Langsung ke konten utama

Aku Tak Tahu



Sampai hari ini aku tidak tahu dengan yang aku rasakan. Atau aku tidak mengerti sebenarnya dengan keadaan yang sekarang. Ah, aku benar-benar bingung. Jika engkau #KerlipKaca mulai menjauh atau tidak ingin mengenalkulagi, maka aku akan mengejarmu dengan langkah perlahan.

Aku tidak percaya dengan keadaanku saat ini. Entah kenapa perasaan ini tidak pernah surut. Meskipun ada beberapa wanita yang mendekatiku. Jika engkau adalah wanita yang aku harapkan, atau minimal engkau jodoh yang aku harapkan, maka kenapa aku tidak melihat atau merasakan tanda-tanda itu? Ah, dunia memang penuh dengan misteri. Aku merasa tidak ingin meninggalkanmu, meskipun cukup berdaya untuk melakukannya. Rasanya aku ingin bercerita sejak awal.

Pada hari itu, kita sering bertemu ketika rapat pengurus sebuah organisasi profesi. Ketika pertama kali bertemu denganmu aku merasakan sesuatu yang berbeda, indah. Melalui matamu yang teduh oleh coretan pinsil hitam--atau sering disebut celak. Sejak saat itu aku sering curi-curi pandang.

Ada sebuah pergulatan nalar, bahwasanya aku belum melihat wajahmu oleh karena tertutup cadar. Rasanya sedikit munafik orang mengatakan 'yang penting akhlaknya'. Baik, aku juga belum mengetahui persis perilakunya seperti apa. Karena, untuk berbicara saling berhadapan saja merupakan hal yang sangat sulit. Di otakku seperti tercatat bahwa aku harus menghormati sebuat aturan yang ada di lembaga ia belajar.

Aku dapat memastikan bahwa aku belum pernah berbicara dengannya lewat satu menit. Tapi setelah dipikir-pikir, terkadang aku sangatlah tidak pantas. Kenapa? Lihatlah! Aku hanyalah laki-laki anak seorang buruh, pekerjaanku tidak jelas dan tingkat ibadahku masih nol. Dan terkadang aku berpikir ini merupakan usaha yang konyol. Aku bermodalkan apa? Sampai-sampai mengharapkan seorang wanita sholih dan mungkin cantik.

Aku tak tahu...

Magelang, 07 Maret 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lebur

Perkataan itu adalah resah Doa tak ikhlas terucap Beberapa temaliku lantas terurai Selebihnya aku berpura-pura sabar Berpura-pura tidak terjadi apa-apa Lalu apa yang mampu mengalpakan hampa? Aku pikir prologku semacam doa Beberapa yang kutulis secara tak sadar baru tersadar Berhentikah aku? Semarang, 9 Mei 2018

Pohon Kamboja

POHON KAMBOJA Setelah matahari datang aku mengambil pohon itu Aku siram dengan air Sesekali kuberi potongan-potongan daun Aku mendekatkan hidungku pada pohon itu Menarik nafas panjang, aku ulang berkali-kali Hampir setiap hari Sejak aku menanamnya aku belum pernah mendapati bunga mekar padanya Jika daun menguning mungkin iya Tak apa... Setidaknya kau mampu memberi oksigen Ya, matilah aku tanpa oksigen Sampai bibirmu mengatakan "ya" mungkin bunga itu tak pernah mekar Lalu menjalar ke jantung hati Itu saja Magelang, 9 Oktober 2017